Bali Tourism Watch: Siklus Daerah Tujuan Wisata
As in other economic sectors, tourism follows a "product life cycle", with a curve similar to that of the above graph. In this process several stages can be identified:
STAGE 1: DISCOVERY During the early "discovery stage" of the cycle a small number of unobtrusive visitors arrive seeking "unspoiled" destinations. These early "explorer" tourists generally speak the language and identify with the local culture. The social impact in this stage is generally small and resident attitudes are fairly positive towards tourism.
STAGE 2: LAUNCH During this stage the number of incoming tourists increases. The host community responds to the increasing numbers of tourist by providing facilities. Businesses remain family based and the visitor-resident relationship is still harmonious. Later in this stage, visitor numbers increase and the community becomes a tourist resort. Outside interests become involved developing businesses and tourist facilities. This is typically the stage during which TNC (Trans-National Corporations) foreign investment enters the cycle. Migrant workers, attracted by the prospect of tourist-related jobs, may enter the community and reduce resident contact with visitors. The tourist-relationship is converted into one of business as the novelty of new visitor arrivals declines. The more culturally sensitive "explorers" move on to new "unspoiled" areas and are replaced by the mass market.
STAGE 3: STAGNATION The stage in which saturation is reached. The quality of tourist services falls, demand levels off, and the environmental degradation of the tourist destination begins to be obvious and worrying. The tourist destination at this stage is said to have reached 'maturity'. more
STAGE 4: DECLINE which represents the current state of mature tourist destinations on the Costa Brava in
-------------------------------
1.Tahap Penjelajahan (exploration)
Pada tahapan ini produk pariwisata atau daerah tujuan wisata masih sangat alami (natural) dan sama sekali belum tersentuh dengan teknologi modern. Aksesibilatas untuk menjangkau daerah tujuan wisata sangat terbatas hanya mampu dilalui oleh jenis-jenis kendaraan tertentu saja sehingga jumlah kunjungan wisatawan masih sangat sedikit. Begitu pula dengan jumlah fasilitas atau sarana penunjang pariwisata (supporting tourism facilities) seperti akomodasi dan restoran masih kurang dan belum memadai. Pada tahapan ini, daerah tujuan wisata hanya akan dikunjungi oleh wisatawan tertentu seperti; wisatawan petualang (adventurer), penjelajah (explorer) dan peneliti (researcher).
Dari segi harga, wisatawan dapat menikmati produk-produk wisata dengan biaya yang sangat murah karena mereka hanya menghabiskan uangnya untuk akomodasi dan makan saja. Walaupun mereka harus tinggal di hotel mereka hanya membayar dengan harga yang sangat murah karena sesuai dengan fasilitas yang tersedia pada hotel tersebut. Dan sering kali pada tahapan ini wisatawan hanya menginap di rumah-rumah penduduk lokal untuk akomodasinya. Mereka juga menikmati apa adanya tanpa harus mendapatkan fasilitas sama dengan yang ada di daerah asal wisatawan tersebut. Semua produk-produk kerajinan yang dijual kepada wisatawan harganya sangat murah.
Biro perjalanan wisata belum begitu tampak pada tahapan ini karena umumnya wisatawan datang dan menjelajah sendiri tanpa menggunakan agen-agen perjalanan. Dalam kegiatan berwisatanya wisatawan biasanya berkomunikasi langsung dengan masyarakat lokal dengan bahasa seadanya. Dan masyarakat lokalpun berusaha untuk mempelajari bahasa para wisatawan sesuai dengan proses pemerolehan bahasa (language acquisition) yaitu hal yang bersifat incidental yang selalu dipraktekkan kemudian terbiasa untuk menggunakannya. Sehingga tidak mengherankan apabila pada tahapan ini juga masyarakat lokal sudah mulai bisa berbicara bahasa asing walaupun hanya bahasa pasaran (pidgin language).
Pada tahapan ini tidak ada proses promosi (promotion) yang diorganisir secara khusus. Sistem promosi yang ada adalah promosi dari mulut ke mulut (word of mouth). Bagi wisatawan yang mendapatkan pengalaman langsung dan menarik di suatu daerah tujuan wisata akan menceritakan kepada saudara dan kerabatnya sehingga mereka tertarik dan antosias untuk mengunjungi objek wisata tersebut. Seperti apa yang terjadi pada
2.Tahap Pelibatan (involvement)
Pada tahap ini masyarakat sudah mulai terlibat dalam kegiatan pariwisata. masyarakat khususnya masyarakat lokal terlibat aktif dalam upaya perbaikan infrastuktur dan sarana-sarana pariwisata yang lainnya. Selain itu masyarakat mulai melihat bahwa kedatangan wisatawan dalam jumlah tertentu dapat menciptakan peluang usaha bagi mereka. Masyarakat lokal bisa membuat beraneka ragam kerajinan untuk dijual kepada wisatawan dan membangun usaha-usaha kecil yang berkaitan dengan pariwisata seperti; kedai kopi (coffee shop), toko kerajinan seni (art shop) dan lain-lain.
Kunjungan wisatawan juga sudah semakin meningkat karena selain dilibatkan dalam kegiatan pariwisata, masyarakat dan kebudayaannya dijadikan sebagai objek dan daya tarik wisata yang bisa mendatangkan wisatawan terutama bagi wisatawan-wisatawan yang cinta budaya (cultural tourists). Pemerintah juga melakukan langkah-langkah antisipatif untuk mengindari adanya konflik antara masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata.
Pemerintah membuat dan mengeluarkan peraturan-peraturan dalam bentuk peratutan pemerintah, peraturan daerah dan undang-undang yang mengatur segala kegiatan dan legalitas kepariwisataan. Kerjasama yang erat antara masyarakat dan pemerintah yang diwujudkan dengan penciptaan situasi yang harmonis dan kondusif juga memotovasi wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah tujuan wisata karena wisatawan memiliki rasa yang tenang, aman dan nyaman ketika mereka berada di daerah tujuan wisata tersebut. Hal ini sangat berimplikasi pada pencapaian kepuasan wisatawan (guest satisfaction).
3.Tahap Pembangunan atau Pengembangan (development)
Seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, maka dibangun dan dikembangkan berbagai jenis usaha perdagangan jasa pariwisata seperti; hotel, villa, restoran, biro perjalanan wisata dan lain-lain. Begitu juga dengan objek-objek wisatanya. Mereka ditata sedemikian rupa sehingga semakin menarik wisatawan untuk mengunjungi objek-objek tersebut. di objek-objek wisata juga dibangun berbagai sarana penunjang seperti; toilet, tempat peristirahatan, dan warung makanan atau minuman untuk para wisatawan, pramu wisata dan sopir.
Jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat dan pembangunan berbagai sarana perdagangan jasa pariwisata yang berlebihan yang tidak disesuaikan dengan daya tampung (carrying capacity) dan daya dukung (supporting capacity) sering kali mengakibatkan dampak-dampak negatif seperti; degradasi lingkungan, terjadinya pembuatan produk-produk massal (mass products), menurunnya kualitas pelayanan dan lain-lain.
Untuk menghindari munculnya persaingan yang tidak sehat antar pengelola perdagangan jasa pariwisata dan memberikan pelayanan yang standar kepada para wisatawan, maka diperlukan adanya perencanaan dan pengembangan yang menyatu (integrated). Ini diwujudkan dengan dibentuknya berbagai perserikatan (association) seperti; SPSI, ASITA, HPI, PHRI dan lain-lain.
Jumlah hotel yang telah banyak dan terus meningkat tidak mampu lagi untuk mencari wisatawan untuk menginap di hotelnya apalagi menghandalkan wisatawan langsung (walk-in guest). Oleh karena itu peran biro perjalanan wisata (travel agent) sangat diperlukan pada tahapan ini. Biro perjalanan wisata mampu membuat paket-paket wisata dan rencanan perjalanan wisata (tour itenerary) yang menarik yang dikombinasikan dengan berbagai kegiatan wisata seperti; tour, kegiatan petualangan, kegiatan budaya dan lain-lain. Seperti yang terjadi sekarang ini khususnya di
4.Tahap Konsolidasi (consolidation)
Pada tahapan ini, secara keseluruhan jumlah kunjungan wisatawan masih mengalami peningkatan. Sehingga proses positioning masih dapat berjalan dengan baik dan bahkan citranya sangat mudah diingat dan tersebar luas dimana-mana. Keterkenalan suatu daerah tujuan wisata sangat dipengaruhi oleh positioning. Misalnya Bali, Bali sebenarnya telah memiliki positioning yang bagus di mata internasional baik di
Kerjasama antar negara yang berbentuk hubungan bilateral maupun multilateral mutlak diperlukan untuk mendukung kegiatan pariwisata. Ini bertujuan untuk menghindari kebijakan-kebijakan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan pariwisata seperti; travel advisory, travel warning dan travel banned. Kebijakan-kebijakan ini sangat merugikan bagi kalangan pengelola perdagangan jasa pariwisata. Oleh karena itu, konsolidasi nasional maupun internasional mutlak diperlukan.
5.Tahap Stagnasi (stagnation)
Pada tahapan ini merupakan jumlah kunjungan wisatawan tertinggi. Setelah tercapainya jumlah kunjungan tertinggi biasanya akan terjadinya penurunan kembali jumlah kunjungan wisatawan yang diakibatkan oleh semakin buruknya sarana-sarana dan pelayanan perdagangan jasa pariwisata. Ini juga dapat mengakibatkan dampak buruk bagi suatu daerah tujuan wisata karena sudah mulai terceminnya citra (image) buruk terhadap daerah tujuan wisata tersebut. Dengan citra buruk ini, daerah tujuan wisata tidak mampu lagi untuk menarik wisatawan-wisatawan baru dan hanya menghandalkan wisatawan-wisatawan lama yang melakukan kunjungan ulang (repeated visit).
Untuk mengatisipasi masalah ini, biasanya dilakukan berbagai upaya untuk pemulihan (recovery). Peran biro perjalanan wisata sangat diperlukan untuk pemulihan ini. Bagi biro perjalanan wisata yang ternama akan berusaha untuk mendatangkan wisatawan dengan cara mengaktifkan dan mempererat hubungannya dengan biro-biro perjalanan wisata di luar negeri. Begitu pula para penyedia jasa akomodasi, mereka berusaha keras untuk memperbaiki dan menambah fasilitas serta memberikan pelatihan (training) seperti kursus bahasa asing dan kursus kepribadian bagi para karyawannya agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wisatawan yang menggunakan jasa akomodasinya.
Selain masalah tersebut di atas, masalah lingkungan juga mulai bermunculan seperti; sampah, polusi, degradasi dan lain-lain. Masalah ini sering kali mengakibatkan batalnya kunjungan wisatawan. Karena pada dasarnya wisatawan menginginkan tempat yang bersih dan nyaman agar dapat menikmati liburannya dengan baik tanpa harus memiliki rasa khawatir terhadap gangguan berbagai penyakit yang diakibatkan oleh tidak bersihnya lingkungan.
6.Tahap Penolakan (decline)
Pada tahapan ini, wisatawan sudah meninggalkan suatu daerah tujuan wisata dan tidak mau lagi mengunjungi daerah tujuan wisata tersebut yang diakibatkan karena banyak faktor seperti; tidak nyamannya tempat tersebut, terganggunya wisatawan pada saat berlibur, terjadinya kerusakan lingkungan dan lain-lain. Tidak adanya kunjungan wisatawan sering kali mengakibatkan perubahan fungsi dari fasilitas perdagangan jasa pariwisata. untuk menghidari hal tersebut sangat diperlukan adanya diversifikasi dan komodifikasi produk-produk pariwisata.
Tahapan ini merupakan tahapan yang paling kritis. Walaupun produk wisata dijual dengan harga yang sangat murah, namun tidak mampu lagi memulihkan jumlah kunjungan wisatawan karena sudah mendapatkan citra buruk dari para wisatawan. Ketidakmampuan dalam menangani tahapan ini sering kali berakibat fatal dan matinya suatu daerah tujuan wisata.
Daftar Referensi
Madiun, I Nyoman. 2005. Marketing Management. Bahan Ajar Mata Kuliah Pemasaran Pariwisata. Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana, Denpasar:
Suradnya, Made. 2005. Bahan Ajar Mata Kuliah Pemasaran Pariwisata. Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana, Denpasar:
Sukaatmaja, Putu Gede. 2005. Bahan Ajar Mata Kuliah Pemasaran Pariwisata. Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana, Denpasar:
Label: Siklus Daerah Tujuan Wisata
ada banyak sekali alternatif tujuan wisata diindonesia..
yang mungkin belum banyak orang tau adalah tujuan wisata di padneglang..
oleh karena itu mari sama-sama kita Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang